Site icon LIPUTAN BANTEN. COM

Sengketa Tanah di Kronjo: Jalan Umum Jadi Korban Tarik Ulur Kepentingan

IMG-20250604-WA0020

LIPUTANBANTEN. COM//SERANG, – Sebuah jalan gang umum di RT 001/RW 001 Kampung Pejamuran, Desa Pasilian, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang mendadak ditutup pagar oleh seseorang berinisial AS. Ia mengaku sebagai ahli waris dari almarhum H. Tabrani, pemilik lahan di sekitar gang tersebut. Penutupan jalan ini sontak menghebohkan warga dan memunculkan dugaan transaksi tanah yang penuh kejanggalan. (Rdw)

 

Dari penelusuran Portal Banten, masalah bermula pasca wafatnya H. Tabrani. Dua orang yang dikenal sebagai calo tanah, yakni Apip dan Aswani, diduga melakukan transaksi penjualan sebidang rumah tanpa sepengetahuan ahli waris sah. Padahal, pihak Asor mengklaim telah mengantongi surat kuasa atas nama almarhum H. Tabrani dari pemilik rumah (Kesih-red) yang akan dijual.

 

Asor mengaku mulai curiga saat Apip meminta kunci dan dokumen rumah kepada ibunya, yang juga merupakan istri dari pihak yang diberi kuasa.

 

“Saya tanya langsung, apa maksud dan tujuannya? Ternyata rumah itu sudah dikasih DP oleh pembeli tanpa sepengetahuan kami,” ujar Asor pekan lalu.

 

Merasa terpinggirkan dan tidak dilibatkan dalam proses penjualan, Asor kemudian memerintahkan dua warga Kampung Pejamuran yakni Sutan Karim dan Juli, untuk menutup akses jalan gang tersebut.

 

“Kalau rumah ini mau dijual, kenapa tidak memberi tahu kami sebagai pihak yang punya kuasa?” kata Asor.

 

Menanggapi polemik tersebut, Ketua RT 001 menginisiasi musyawarah warga yang digelar di belakang rumah Asor. Hadir dalam pertemuan itu antara lain Ketua RW H. Sakri, Jaro Raklan, Asror, Apip dan Aswani sebagai pihak calo, serta perwakilan dari warga yang memasang pagar.

 

Dalam forum tersebut, Asor mengajukan syarat: “Kalau ada kompensasi yang pantas, jalan ini akan saya buka kembali. Saya hanya menutup jalan di atas hak saya,” ucapnya.

 

Namun, Apip terlihat kebingungan dan hanya menyebut bahwa keputusan akhir ada pada “Ibu Guru”, sosok pembeli rumah.

 

Indayah, istri dari almarhum Dimyati yang juga hadir, membantah adanya izin penutupan jalan.

 

“Jalan ini bukan milik pribadi. Ini tanah wakaf dari suami saya, untuk jalan umum, bukan untuk diperjualbelikan apalagi dipagar seenaknya,” katanya.

 

Musyawarah berakhir tanpa kesepakatan. AS meninggalkan forum dengan alasan ada urusan lain. Beberapa hari berselang, pihak pembeli rumah datang untuk melakukan pengecekan lokasi. Rencana pun disusun agar konflik diselesaikan di hadapan notaris.

 

Namun langkah ini justru memicu kemarahan dari keluarga ahli waris Dimyati. Kiki Zakiah, salah satu anak almarhum, menolak keras upaya legalisasi penjualan gang tersebut.

 

“Kalau ini urusannya jual beli rumah, kenapa jalan umum yang disandera? Itu tanah orang tua saya, dan sudah kami wakafkan,” tegasnya.

 

Kiki menambahkan bahwa pihak keluarga tidak akan menjual tanah tersebut meskipun ditawar di atas Rp10 juta.

 

“Kami akan pertahankan hak ini. Jalan itu untuk masyarakat, bukan alat negosiasi.” cetusnya.

 

Jalan gang yang sempat dibuka oleh pihak Asor pun kini kembali ditutup oleh keluarga ahli waris dari alm Dimyati.

 

Dugaan Keterlibatan Oknum Staf Desa

Dalam penelusuran lebih lanjut, Portal Banten menemukan informasi dari beberapa warga yang menyebut penutupan jalan itu diduga atas dorongan dari seorang oknum staf Desa Pasilian. Namun hingga kini, pihak desa belum memberikan klarifikasi resmi.

 

Sementara itu, warga Kampung Pejamuran terjebak dalam situasi yang serba sulit. Akses mobilitas mereka terganggu, sementara konflik antar pihak keluarga dan makelar tanah belum menemukan titik terang.

 

Kasus ini membuka tabir praktik jual-beli tanah yang rawan manipulasi, minim pengawasan, dan rentan konflik kepemilikan. Jalan gang kecil yang mestinya menjadi jalur warga, kini menjadi simbol tarik ulur kepentingan antar ahli waris, calo tanah, dan pihak-pihak berkepentingan.

 

 

Exit mobile version