Kohati Uniba Desak Kampus Tindak Tegas Pelaku Dugaan Pelecehan Verbal, Satgas PPKPT Diminta Tidak Hanya Formalitas

0
IMG-20250827-WA0112

Liputanbanten.com//Serang, – Dugaan pelecehan verbal oleh seorang dosen Universitas Bina Bangsa (Uniba) memantik reaksi keras dari Korps HMI-Wati (Kohati) Komisariat Uniba. Organisasi mahasiswa ini menilai kasus tersebut bukan persoalan sepele, melainkan bentuk kekerasan yang merusak martabat mahasiswa serta menodai integritas dunia akademik.

 

Ketua Umum Kohati Komisariat Uniba, Resta Olimpia, menegaskan kampus memiliki kewajiban moral dan hukum untuk menindak tegas pelaku. Menurutnya, pelecehan verbal tidak bisa dipandang sebagai sekadar kesalahan etik, melainkan bagian dari kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022.

 

“Kohati bersimpati dan mengapresiasi keberanian korban yang berani bersuara. Keberanian itu bukan hanya mewakili dirinya, tetapi juga banyak korban lain yang masih bungkam. Jika terbukti, dosen bersangkutan harus dijatuhi sanksi tegas hingga pencabutan hak mengajar. Kampus wajib melindungi mahasiswanya, bukan membiarkan mereka belajar dalam ketakutan,” tegas Resta Olimpia.

 

Hal senada disampaikan Ana Ainun Musyarofah, Sekretaris Umum Kohati Uniba, yang menegaskan bahwa kampus harus menunjukkan keseriusannya dalam menciptakan ruang aman bagi mahasiswa. “Pelecehan verbal bukan sekadar persoalan etika, tapi bentuk kekerasan yang harus dihentikan. Satgas PPKPT jangan hanya muncul ketika kasus sudah viral, melainkan bekerja nyata sejak awal untuk melindungi mahasiswa,” ungkapnya.

 

Kohati menilai keberadaan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (PPKPT) di Uniba masih sebatas formalitas. Satgas yang baru aktif setelah kasus mencuat dinilai mencerminkan lemahnya mekanisme perlindungan mahasiswa. Kohati menuntut satgas bekerja profesional, independen, dan berpihak pada korban, bukan hanya muncul ketika kasus ramai diberitakan publik.

 

Selain itu, Kohati mendesak agar kampus melakukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan kasus, serta menanamkan pendidikan berbasis kesetaraan gender dalam kurikulum dan pelatihan dosen. Hal ini penting untuk mencegah terulangnya pelecehan, membangun kesadaran civitas akademika terhadap relasi kuasa, sekaligus menciptakan lingkungan kampus yang aman dan ramah gender.

 

Kohati menegaskan akan terus mengawal proses ini hingga tuntas dan siap menempuh langkah strategis untuk memastikan keadilan ditegakkan.

(Rfk)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *