Creative Democracy Center Tuntut Pemerintah Provinsi Banten Evaluasi Program Trans Banten

Liputanbanten.com //Serang – Creative Democracy Center menyerukan aksi solidaritas bersama seluruh pengemudi angkutan umum dan elemen masyarakat Serang Raya untuk mendesak evaluasi terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi Banten terkait pengoperasian Bus Trans Banten. Aksi ini digelar sebagai bentuk keprihatinan atas dampak sosial ekonomi yang dirasakan para pekerja transportasi lokal, terutama sopir angkot, ojek pangkalan, dan ojek online.
Program Trans Banten yang diresmikan sejak awal Oktober 2025 disebut berjalan tanpa melalui kajian akademis dan analisis mendalam mengenai tata kelola transportasi di Kota Serang. Dalam catatan CDC, Pemprov Banten belum memiliki basis data, kajian frekuensi kepadatan kendaraan, hingga analisis aksesibilitas integrasi ruas jalan di wilayah Serang sebagai ibu kota provinsi.
“Kebijakan ini terkesan terburu-buru tanpa memperhitungkan nasib para sopir angkot dan pekerja transportasi yang bergantung pada penumpang harian. Padahal 99 persen di antaranya adalah warga Banten sendiri,” tegas Geri Wijaya CO Founder CDC.
Bus Trans Banten yang beroperasi gratis untuk pelajar dan ASN dinilai menurunkan drastis pendapatan para sopir angkot. Berdasarkan hasil pantauan lapangan, pendapatan sopir angkot, ojek pangkalan, dan ojek daring kini hanya berkisar Rp60.000–150.000 per hari, jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
CDC menilai, Pemprov Banten tidak memiliki sense of crisis terhadap para pekerja transportasi, dan justru menimbulkan ketimpangan ekonomi baru di sektor transportasi lokal. Selain itu, pengoperasian Trans Banten tanpa riset akademis berpotensi memperparah kemacetan di ruas utama Kota Serang dan menimbulkan inefisiensi tata kelola transportasi publik.
HASIL KAJIAN CDC MENILAI 3 POIN PENTING
Dalam aksi solidaritas ini, CDC bersama para pekerja transportasi Serang Raya menyampaikan tiga tuntutan utama kepada Gubernur Banten:
1. Membatalkan penyediaan Bus Trans Banten untuk pelajar dan ASN sebelum dilakukan evaluasi menyeluruh.
2. Melakukan kajian akademis dan bedah sistem tata kelola transportasi Kota Serang secara terbuka dan partisipatif.
3. Memberikan insentif bulanan bagi sopir angkot dan pekerja transportasi lokal yang terdampak kebijakan Trans Banten.
Aksi ini diharapkan menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk lebih berpihak kepada rakyat kecil yang selama ini menjadi tulang punggung sektor transportasi di Banten. CDC menegaskan bahwa evaluasi dan pembenahan tata kelola transportasi harus dilakukan dengan melibatkan akademisi, masyarakat, dan pelaku transportasi secara langsung, agar kebijakan publik tidak merugikan satu pihak dan mematikan sumber penghidupan masyarakat. (Red)