Kejati Banten Digeruduk Mahasiswa Dugaan Keterlibatan Al Muktabar dalam Kasus Korupsi Hibah Pondok Pesantren 2020

Liputanbanten.com, SERANG, – Aliansi mahasiswa Banten mengemukakan temuan terbaru terkait dugaan keterlibatan Penjabat (Pj) Gubernur Banten, Al Muktabar, dalam kasus korupsi hibah pondok pesantren Provinsi Banten tahun anggaran 2020. Dugaan ini muncul berdasarkan hasil kajian dan observasi yang mereka lakukan, dan menggelar aksi di Kejaksaan Tinggi Banten, Jum’at (18/10/2024).
Menurut kajian mahasiswa, dugaan keterlibatan Al Muktabar terjadi saat ia masih menjabat sebagai Sekda Banten, yang secara otomatis menjadikannya Ketua TAPD. TAPD bertanggung jawab dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD), termasuk alokasi dana hibah. “Permendagri Nomor 33 Tahun 2019 secara jelas menempatkan Sekda sebagai Ketua TAPD yang berperan penting dalam proses penganggaran, termasuk dana hibah,” ujar Aditya Korlap Aksi.
Dalam Orasinya Aditya menyoroti bahwa pada tahun 2020, Al Muktabar dinilai meloloskan anggaran hibah untuk pondok pesantren yang hanya berupa usulan, tanpa adanya verifikasi ketat. Fakta ini merujuk pada tidak disampaikannya rekomendasi calon penerima hibah oleh Biro Kesra Provinsi Banten, yang seharusnya dilakukan sebagai bagian dari prosedur penyaluran dana hibah.
Forum Silaturahim Pondok Pesantren (FSPP) Provinsi Banten pada Mei 2019 mengajukan permohonan hibah sebesar Rp50 juta per pondok pesantren, dengan total usulan untuk 3.926 pondok pesantren. Namun, proses pengajuan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 10 Tahun 2019. Selain itu, dalam beberapa rapat yang dipimpin oleh Al Muktabar, termasuk di Rumah Dinas Gubernur pada September 2019, terungkap bahwa ada perintah untuk memproses hibah tersebut tanpa adanya rekomendasi yang valid dari Biro Kesra.
Dalam prosedur verifikasi calon penerima dana hibah tidak dijalankan dengan baik. Rekomendasi yang seharusnya disertai dengan formulir evaluasi dan verifikasi pun tidak dilampirkan, mengakibatkan banyak pondok pesantren yang tidak memenuhi syarat tetap menerima hibah.
Aditya menegaskan bahwa dugaan korupsi hibah ini tidak akan terjadi jika TAPD, yang dipimpin oleh Al Muktabar, tidak meloloskan usulan hibah tersebut tanpa proses verifikasi. Hal ini diperkuat dengan adanya putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Banten dalam perkara korupsi hibah sebelumnya yang menegaskan TAPD sebagai pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban, bersama dengan DPPKAD dan FSPP.
Al Muktabar hingga berita ini diturunkan belum memberikan tanggapan terkait dugaan keterlibatannya dalam kasus hibah pondok pesantren 2020 yang diungkapkan oleh mahasiswa. (Az/Red)