Ada apa, Hakim Tunggal Yuliana Gugurkan Praperadilan Adi Fahrul Rozi

0
Screenshot_20250507-125259

LIPUTAN BANTEN. COM//SERANG,–Pengadilan Negeri Serang menggugurkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh Adi Fahrul Rozi terhadap Polres Serang, Polda Banten. Putusan yang dibacakan oleh hakim tunggal Yuliana itu menuai kritik lantaran permohonan telah terdaftar dan sempat disidangkan hingga tahap replik.

 

Permohonan itu diajukan untuk menguji keabsahan penetapan tersangka dan penahanan terhadap Adi Fahrul Rozi oleh penyidik Polres Serang Kabupaten. Sidang perdana praperadilan digelar pada 28 April 2025, namun pihak termohon tidak hadir sehingga sidang ditunda selama sepekan.

 

Di tengah masa penundaan, tepatnya pada 29 April 2025, penyidik melimpahkan berkas perkara tahap dua ke Kejaksaan Negeri Serang. Sehari berselang, jaksa melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri Serang untuk disidangkan pada pokok perkaranya. Pada agenda sidang replik yang digelar Rabu, 7 Mei 2025, hakim Yuliana menyatakan gugatan praperadilan gugur dengan merujuk pada Pasal 82 ayat (1) huruf d Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

 

Keputusan itu langsung disorot oleh tim kuasa hukum pemohon. Mereka menilai, proses praperadilan seharusnya tetap berjalan karena sidang telah dimulai terlebih dahulu, sebelum perkara pokok disidangkan.

 

“Praperadilan adalah ruang perlindungan hukum bagi tersangka. Ketika sidang sudah berjalan, seharusnya prosesnya tidak digugurkan begitu saja hanya karena berkas telah dilimpahkan,” kata Faturohman, S.H., M.H., kuasa hukum pemohon.

 

Ia merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-XIII/2015 yang menyatakan bahwa praperadilan baru gugur apabila pemeriksaan pokok perkara telah benar-benar dimulai. Dalam kasus ini, menurut dia, belum ada pemeriksaan perkara pokok di pengadilan, sehingga alasan menggugurkan praperadilan dinilai tidak berdasar.

 

Keputusan ini memperpanjang perdebatan mengenai konsistensi pengadilan dalam menjamin perlindungan hukum bagi tersangka, terutama dalam konteks penggunaan upaya paksa oleh aparat penegak hukum. Sorotan juga diarahkan pada interpretasi pengadilan terhadap prinsip keadilan dan kepastian hukum secara proporsional. (Rdw/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *