Kelompok 72 – KKM Damping UNIVERSITAS BINA BANGSA

Liputanbanten.com//Serang, – Kampung Poponcol, Desa Damping, pada hari minggu 13/07/2025 bertepatan dengan bulan Muharam 1447 H sukses menggelar kegiatan tradisional “Ngembang” atau yang lebih dikenal dengan sedekah Bumi. yang merupakan warisan budaya leluhur sebagai bentuk rasa syukur atas sumber daya alam yang melimpah, khususnya ketika masyarakat memulai musim tanam dan pasca paneni ini telah menjadi bagian penting dalam kehidupan warga Desa Damping.
Kegiatan yang bernilai-nilai kearifan lokal ini dihadiri oleh seluruh warga kampung dan tokoh masyarakat setempat, menciptakan suasana penuh kehangatan dan kebersamaan yang memperkuat ikatan sosial antar warga.
“Kegiatan Ngembang ini bukan sekadar ritual adat, tetapi merupakan manifestasi dari rasa syukur kita kepada Allah SWT atas limpahan rezeki dari bumi Damping. Saya bangga melihat semangat gotong royong dan kekeluargaan yang masih mengakar kuat di tengah masyarakat kita. Melalui kegiatan ini, kita tidak hanya melestarikan tradisi nenek moyang, tetapi juga mengajarkan kepada generasi muda bahwa pertanian adalah tulang punggung kehidupan kita yang harus dijaga dengan penuh rasa tanggung jawab dan syukur.” Ujar M. Faturohman, selaku Ketua Kelompok KKM 72.
Acara Ngembang kali ini turut dimeriahkan dengan Dzikir Saman, Pembacaan Sholawat Nabi, serta tampilan budaya lokal lainnya. Puncak acara dimeriahkan dengan penampilan kesenian tradisional Ketimpring yang memukau seluruh hadirin, menampilkan kekayaan budaya Desa Damping yang autentik dan memikat hati. Pertunjukan yang dipadu dengan musik tradisional dan gerakan yang penuh makna ini berhasil menciptakan atmosfer magis yang menghanyutkan penonton dalam keindahan warisan budaya leluhur, sekaligus menjadi jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini dalam harmoni yang sempurna.
Setelah vakum selama lebih dari tiga dekade, seni tradisional ketimpring di Kampung Poponcol, Desa Damping, Kecamatan Pamarayan, Kabupaten Serang, kembali bangkit di tahun 2025. Seni ketimpring ini pertama kali dihidupkan pada akhir tahun 1972 oleh “guru” yang dianggap sebagai pendiri oleh bapak Pulung. yang mengajak masyarakat untuk berpatungan satu ikat padi per keluarga. Hasil penjualan padi tersebut digunakan untuk membeli peralatan ketimpring, dengan dukungan penuh dari tokoh masyarakat seperti Bapak Misbah (Bapak Ibok). Namun, seni tradisional ini mengalami kemunduran dan musnah sejak tahun 1990-an.
Kebangkitan kembali dimulai pada April 2025, menjelang bulan Ramadan, ketika Abah Pulung menginisiasi perbincangan dengan teman-teman dan tokoh masyarakat tentang pentingnya menghidupkan kembali seni ketimpring. Respons positif dan dukungan penuh dari masyarakat memberikan semangat baru untuk memulai gerakan pelestarian budaya ini. Sejak bulan Ramadan 2025 hingga saat ini, seni ketimpring terus dijalankan dengan antusiasme tinggi. Abah Pulung, yang sejak lama memiliki cita-cita melihat seni ketimpring hidup kembali, kini menyaksikan mimpinya terwujud melalui dedikasi dan ketekunan dalam melestarikan warisan budaya lokal Kampung Poponcol.
Bapak Pulung, Ketua Kesenian Desa Damping, dengan penuh semangat menyatakan: “Ketimpring adalah jiwa dari kebudayaan kita, setiap gerakan dan irama yang dimainkan mengandung filosofi mendalam tentang kehidupan, alam, dan spiritualitas masyarakat Damping. Melalui pertunjukan ini, kita tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian budaya. Saya berharap kesenian Ketimpring dapat terus hidup dan berkembang, menjadi kebanggaan yang diwariskan kepada anak cucu kita, sehingga identitas budaya Desa Damping tetap terjaga di tengah arus modernisasi yang terus mengalir.
Risa, dari bidang sosial budaya, memberikan apresiasi tinggi terhadap kegiatan ini dengan mengatakan: ” Lebih dari sekedar tradisi, budaya Ngembang menjadi simbol ppelestarian adat dan jati diri bangsa. Kesenian Ketimpring yang ditampilkan dalam kegiatan Ngembang ini merupakan manifestasi nyata dari kekayaan budaya Indonesia yang harus kita lestarikan. Sebagai representasi dari bidang sosial budaya, saya melihat bahwa kegiatan seperti ini memiliki nilai edukasi yang sangat tinggi bagi masyarakat, khususnya generasi muda. Ketimpring bukan hanya sekadar pertunjukan seni, tetapi juga medium pembelajaran tentang nilai-nilai luhur budaya yang dapat memperkuat kohesi sosial dan identitas komunitas.”
Kegiatan Ngembang dan penampilan Ketimpring ini membuktikan bahwa masyarakat Desa Damping memiliki komitmen tinggi dalam melestarikan warisan budaya leluhur sambil tetap beradaptasi dengan perkembangan zaman. Inisiatif seperti ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk tetap menjaga dan merawat kekayaan budaya Indonesia yang tak ternilai harganya, sekaligus memperkuat jati diri bangsa di tengah globalisasi yang semakin pesat. (Rdw)